Senin, 04 Februari 2008

Memandirikan Ekonomi Bangsa

“Saya lihat dua media besar kita, selalu berpihak kepada Wijoyonomic, yakni Kompas dan Tempo?” tanya Rizal Ramli, mantan Menkoperekonomian di era Gus Dur, kepada Budiarto Shambazy, wartawan KOMPAS yang mengasuh rubrik POLITIKA, di sela rekaman gambar PRESS TALK, bertopik Memandirikan Ekonomi Bangsa, 4 Februari pukul 15.00 -16.00 di studi SWARA, Gedung DPR-RI

Budiarto membernarkan bila sosok Jacob Oetama memang memuja Widjojo cs. “Tetapi Kompas juga memberi porsi untuk ekonom macam Mubyarto,” sanggah Budiarto. Selain mereka berdua, tampil kembali Fuad Bawazier, yang dalam PRESS TALK episode Menyigi Kesejahteraan Rakyat … mengatakan, “Presiden hanya boneka ekonomi.”

Presiden hanya boneka ekonomi karena cengkeraman kepentingan AS melalui tangan IMF, World Bank dan WTO. Di Indonesia tangan-tangan AS itu diwakili oleh mereka yang diistilahkan Mafia Berkeley.

Mafia Berkeley adalah nama yang sudah membaku sebagai label atau trade mark untuk sekelompok ekonom dengan mazhab pikiran kapitalisme yang dianutnya secara konsisten dan militan. Umumya mereka adalah para alumni dari Universitas Berkeley di California. Meski sekarang anggota mafia ini tidak harus lulusan Berkeley. Asal ekonom itu ’setia’ dalam menjalankan kebijakan-kebijakan Washington Consesus, mereka dinamakan juga sebagai anggota Mafia Berkeley.

Mereka itu adalah yang meyakini dan menerapkan kapitalisme dan dengan bangganya menyebut dirinya sebagai libertarian. Dan ’kebetulan’ mereka mayoritas berasal dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sederat nama bisa kita sebut sebagai anggota mafia ini. Wijoyo Nitisastro (ketua tim Mafia Berkeley), Soemitro Djojohadikusumo, Ali Wardhana, Emil Salim, M. Sadli, Subroto, adalah generasi angkatan pertama Mafia Berkeley ini. Untuk generasi sekarang diwakili oleh Boediono (Menteri perekonomian), Sri Mulyani (menteri keuangan), M. Ikhsan (LPEM UI), Chatib Basri (ekonom UI) serta Rizal Malangrangeng (Freedom Insititute).

Bahkan Sri Edi Swasono mengatakan, nama-nama terakhir ini lebih ‘libertarian’ ketimbang pendahulunya. Merekalah yang saat ini menjalankan agenda-agenda kapitalisme global dengan pro-IMF, pro-AS, pro-utang luar negeri, pro-WTO dan terkagum-kagum pada globalisasai dan pasar bebas yang diciptakan oleh AS.

Dikatakan oleh Rizal Ramli, bahwa Mafia Berkeley juga berfungsi sebagai alat untuk memonitor agar kebijakan ekonomi Indonesia sejalan dan searah dengan kebijakan umum yang digariskan oleh Washington.

Kian nyata dan aneh memang, kehidupan ekonomi rakyat kebanyakan hari ini kian sulit, jika prakteknya penjajahan dan ketidakberkembangan ekonomi rakyat, juga ikut disukseskan penghancurannya oleh bangsa sendiri, yang mebawa nafas “tuannya”.

Bisa dibayangkan kita kaya sumber daya alam kian melayang, kian tidak tak tergarap.. Lebih aneh lagi jika media justeru menjadi pendukung “penjajahan” terhadap bangsanya sendiri itu

Penayangan episode Memandirikan Ekonomi Bangsa mulai Senin depan di QTV

Di bawah ini pengantar saya membuaka dialog di acara ini.
Selamat bertemu dengan PRESS TALK, wadah orang media dan orang yang ditulis media bicara, bersama saya Iwan Piliang.

Terima kasih atas segala perhatian dan sambutan Anda kepada program ini. SMS, email yang masuk memberikan kami pemahaman, bahwa kita memang memerlukan alternatif media, alternatif topik, alternatif langgam dan ketajaman. Juga alternatif jernih menyampaikan premis. Anda dapat pula berkomunikasi ihwal program ini di blogs saya. iwanpiliang.blogspot.com.

Pemirsa, topik dialog kita kali ini, Memandirikan Perekonomian Bangsa. Pekan-pekan ini kita menyimak berbalas ungkapan tari antara Megawati dan Jusuf Kalla. Megawati bilang negeri kita bergerak macam poco-poco. Kalla jawab, poco-poco lebih oke daripada dansa.

Negeri kita memang lucu tak terkira..

Di saat banyak anak negeri untuk makan sehari, menjadi kemewahan, dan kian banyak saja suara keriuk cacing yang menai di perut lapar lebih 17.000 anak kurang gizi di NTT, kita hadapi saat ini, misalnya.

Sumber daya alam yang luar biasa, tidak sepantasnya membuat 37 juta lebih pengangguran. 750.000 sarjana baru yang tiap tahun dicetak adalah aneh bin ajaib untuk menganggur.

Negara belum mampu mensejahterakan rakyatnya. Lebih parah kemandirian ekonomi kian pah-poh. Negeri bahari dan pertanian ini mengimpor garam 1,5 juta ton atau 50% dari kebutuhan setahun. Impor sapi mencapai 600.000 ekor, atau 25% kebutuhan nasional. Impor kedelai 2 juta ton, atau 49% dari kebutuhan nasional. Beras tahun ini akan diimpor lebih 2 juta ton. Susu mencapai 90% impornya. 1,3 juta ton gula masih datang dari Autralia. Masih banyak tentu angka-angka lain, bahkan alginat sebagai bahan pengemulsi untuk susu yang bahannya darui rumput laut, kita impor mencapai US $ 60 juta setahun. Entah dilaknat apa kita kiranya?

Pasar dengan penduduk mendekati 250 juta orang ini seakan telanjang; telekomunikasi, perbankan, hingga migas dan lahan tambang lain, dikuasai asing. Pernah dipaparkan di program ini, lahan berdeposit batubara di Kaltim seluas 4.500 ha, dilego ke asing Rp 30 miliar saja. Di dalamnya bukan mustahil beragam mineral, bahkan uranium ada, belum termasuk kandungan hayati lainnya.

Tidak ada lagi bank sebagai agent of development. Butir-butir perjanjian dengan IMF, yang ditandatangani 1998, telah membuat BI independen dari pemerintah, tapi tidak independen dari IMF, begitu pula banyak butir kesepakatan lainnya, yang membuat seakan negeri ini terjajah, tidak mandiri mengembangkan SDA-nya, tidak mandiri mengembangkan kekuatan militernya. Patok batas negara kita dipermainkan jiran.

Kenyataan hidup ini timbul lebih karena kepentingan asing dan laku segelintir orang Indonesia yang menjual bangsa, yang dilegalkan melalui Undang-Undang di DPR-RI.

Tidak fair memang bila Cuma menuding pemerintahan sekarang. Tetapi bila seorang presiden cuma boneka ekonomi, bagaimana kita berbangsa bisa keluar dari kedaan ini?

iwanpiliang.blogspot.com

4 komentar:

Dummies mengatakan...

Nice blog....sangat informatif...salam kenal..btw boleh tukeran link pak?dengan http://narmadi.blogspot.com

Narliswandi (Iwan) Piliang mengatakan...

Terima kasih komentar Anda Bung Narmadi. Silakan dan jangan bosan untuk tersu berkomentar dan lainnya.

Wassalam,
Iwan Piliang

Shinta ar-djahrie mengatakan...

salam.akhirnya bs berkunjung juga ke blog mas iwan.Hemh...sangat informatif!! saya juga suka mengamati tulisan2 anda di milis ^_^.
Hemh...tukueran link donkzz!!! maen ya ke blogquw : http://ntacaholic.co.cc
^_^

Erwien Garibaldi mengatakan...

mas iwan, boleh saya share tulisan mas ke notes di fb saya. Nama dan alamat situs akan saya sertakan pastinya.