Senin, 26 November 2007

Tiga Bulan Tepat Setelah KLB

TIDAK terasa waktu telah lewat tiga bulan setelah Kongres Luar Biasa PWI-Reformasi, Subang. Hari ini 26 November 2007.

Dalam tiga bulan ini, tentu belumlah banyak yang dihasilkan di bawah kepengurusan saya sebagai Ketua Umum Kornas. Tetapi bila dibandingkan dengan perjalanan panjang 8 tahun 9 sembilan bulan yang sudah dilewati oleh organisasi PWI-Reformasi, terobosan-terobosan telah dilakukan. Terobosan itu antara lain; berusaha memiliki majalah sendiri, berusaha memiliki program teve sendiri, juga berusaha membuka media on line sendiri. Ketiganya dalam proses tayang dan beredar.

Mengapa penting bermedia? Banyak pemikiran, sisi visi dan misi organisasi secara fokus hanya dapat disosialisasikan melalui media yang dikelola sendiri.

Di lain sisi, visi, misi, dan program yang sudah dijabarkan melalui selembar bulkonah (bulat, kotak dan panah), seharusnya dapat menjadi mempermudah memberikan pemahaman bagi siapapun, anggota, terlebih pengurus. Dalam 3 tahun kepengurusan ini, ditargetkan untuk memiliki anggota 3.000 orang. Beban utama tentu terletak di Korda Jakarta. Karena di kota metropolitan inilah, jumlah wartawan berjibun mukim. Ini, salah satu contoh, mengapa pentingnya mengacu ke visi, misi dan program kerja.

Visi, misi dan program kerja itu, sudah menjadi keputusan KLB Subang. Dan juga sudah menjadi keputusan rapat pleno pertama kepengurusan PWI-Reformasi. Langgam seirama, membuka diri, agar tidak terjebak menjadi organisasi yang macam kodok dalam batok, merupakan pekerjaan rumah utama bagi setiap Korda. Sudah tidak zamannya, hanya membangun komunitas yang anggotanya dari tahun ke tahun itu ke itu saja. Sebuah Korda yang hidup di kota besar, memang harus tumbuh besar anggotanya, harus dinamis orang-orangnya. Bila tidak, oragnisasi PWI-Reformasi di suatu daerah, hanya menjadi kerdil. (IP)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ketika bicara media, atau organisasi media. spontan dahi saya berkerut, entah apa yang ada di otak saya dengan kata media....

saya, yang kebetulan dikerjakan sebagai jurnalis, belum cukup syarat kalau disebut jurnalis idealis. tapi terlalu kerdil bagi saya untuk menggadaikan idealis saat tubuh saya dikenakan jurnalis.

saya hanya belajar realistis tanpa melacurkan idealis, dan idealis yang yang realistis saat berada di ruang jurnalis...

dahi saya kerap berkerut ketika mendengar sebutan media atau orang di dalamnya. ada sesuatu "pemberontakan" ketika mendengar sebutan itu. ada sebuah kepesimisan dan sikap putus asa ketika kata media atau organisasi media ketika ditarik pada pelaku media sendiri...

mungkin, ada kekhawatiran terjadi kemunafikan terhadap apa yang kita susun dalam draf AD/ART atau kode etik yang digariskan oleh semua perusahaan media sebagai rambu dalam tugas jurnalis...

tapi nyatanya, kode etik dan sebarek aturan, saya kira jauh panggang dari api, ketika melongok di lapangan. sedangkan organisasi tampak lesu dan trelalu berat sebagai "polisi" jurnalisnya. alasannya sederhana saja, D.U.I.T

setiap malam, setiap kali mau nutup mata untuk istirahat sejenak, saya tidak pernah lelah dan bosan berharap, semoga jurnalis yang sesungguhnya, dan organisasi jurnalis betul-betul sebagai "polisi" jurnalis.

sehingga, wajah media dan wartawannya, trelebih di daerah tidak berlumur darah dan nanar...

salam