Selasa, 18 Desember 2007

Menguras Energi Calon TKI

Rekaman gambar episode ke-5 PRESS TALK, berlangsung pada Selasa, 18 Desember 2007, pukul 17. Tamu yang hadir, M. Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) - - sebuah badan yang baru berumur setahun yang langsung dibentuk dan berada di bawah presiden - - Novel Ma'ruf, PJTKI, dan Umar Ali dari Perhimpunan Rakyat Nusantara, sebuah LSM yang mengamati masalah tenaga kerja.

Penayangannya pada awal Januari 2007.

Berikut kalimat pengantar saya dalam dialog tersebut:


Pemirsa selamat bertemu kembali dalam program PRESS TALK, Wadah Orang media dan Orang yang Ditulis Media Bicara, bersama saya Iwan Piliang.

Topik kali ini: Menguras Energi TKI Berjuang ke Luar Negeri, sebuah topik mikro, yang menyimpan mancaragam persoalan tambun.

DR Hendri Saparini, Direktur Eksekutif Econit, yang pernah hadir di program ini, mengatakan, “Di negeri ini bertambahnya pengangguran, bertambahnya jumlah rakyat miskin, tidak membuat seorang presiden jatuh. Beda dengan negara maju.”

Turunnya daya beli rakyat kebanyakan, pengangguran sudah mencapai 30 juta lebihm rakyat miskin yang berpenghasilan Rp 180 ribu/bulan atau setara US$ 20/perbulan 37 juta, seakan menjadi angka-angka tulisan media, yang hanya lewat begitu saja. Paling cuma tercetak di koran, koran bekas lalu dikilokan, didaur ulang. Kini siklus pemberitaan kepahitan yang beulang-ulang, ya macam daur kertas, yang cum: dibaca, dilihat, lantas hilang (dibaca dengan nada macam iklan BI soal uang palsu itu)

Laporan wartawan anggota Persatuan Wartawan Reformasi Indonesia dari NTT, AWAL September 2007, dari Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebutkan 11.038 anak balita kurang gizi. 1.117 anak menderita gizi buruk. Dari mereka yang berasupan minim itu, dua puluh sembilan mengalami busung lapar. Enam balita mati. Kekeringan, hama belalang seakan membuat penduduk frustasi. Seorang ibu di desa Nian, Kecamatan Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, sekitar 210 kilometer dari Kupang, ibu kota NTT, sampai harus mengumpulkan asam jawa yang jatuh dari pohon di radius 3 km di dekat rumahnya. Seharian asam jawa seember seukuran 5 liter, hanya laku Rp 2000, seharga sekali parkir di jalanan umum Jakarta. Ini bukan kisah 20 tahun lalu. Tetapi di bulan ini di tahun ini.

Keadaan pahit inilah menjadi latar utama, pilihan mencari peruntungan bekerja di negeri orang menjadi alasan utama. Luar negeri seakan memberikan seberkas lilin cahaya di balik kegelapan. Di dalam prakteknya, mulai dari minat menjadi TKI, melangkahkan kaki menuju RT, RW, Lurah, Camat dan dinas depertemen tenaga kerja daerah, ternyata sebuah pergumulan, menguras kesabaran, energi dan uang.

BP2NTKI, dibentuk pemerintah untuk mengatasi masalah yang ada. Akan tetapi sebaliknya hingga kini pungutan-pungutan terhadap TKI, kian banyak saja. Ada pendaftaran on line yang setidaknya 3 harus dilakukan PJTKI, melalui SISKOTKLN. Teknologi informasi yang sesungguhnya urusan hardware, software,dan konten, seakan menjadi momok kecanggihan, menjadi tempat tambahan menghimpun dana.

Pemirsa,Dalam kerangka inilah dialog kita kali ini. Dan ingat, ini Cuma baru masalah-masalah akan TKI yang akan berangkat ke luar negeri lho. Kita belum akan menyinggung masalah kembalinya. Di kanan saya …

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mampir mas